Masa Kecilku
Hujan di sore itu mengingatkan pada masa kecil bersama
sahabat-sahabat kecilku dulu, dimana hujan adalah alarm untuk bermain dan
bergembira.
Katakanlah hujan-hujanan, dimana esoknya kita demam
menggigil, dimarahi orang tua, dan tidak masuk sekolah karena flu. Hanya obat flu
dan teh manis hangat yang menjadi teman setelah kejadian itu.
Tak ada rasa menyesal, tetapi malah ingin mengulangi kembali
hal itu. Tertawa lepas bersama teman – teman, bermain bola ditengah hujan,
berlari – lari riang gembira alangkah indahnya masa kecilku dulu.
Mungkin masa kecilku mirip seperti foto diatas, dimana pada
waktu itu tak mungkin aku mem-foto kejadian ketika hujan-hujanan karena tidak
terpikir olehku untuk mengunggah suatu kejadian ke media sosial. Mengingat,
dulu, aku lebih sering menghabiskan waktu di dunia nyata, daripada dunia maya.
Atau mungkin, waktu itu aku belum mengerti tentang dunia
maya?
Entahlah …. Tidak ada hal yang membebani pikiranku pada saat
itu, aku tidak begitu peduli dengan dunia maya.
Dan ketika hujan sudah reda, kita kembali ke rumah dengan
rasa was-was takut dimarahi Ibu.
Entah karena tradisi atau semacam kebiasaan, adzhan maghrib
adalah bel kembali ke rumah, tak kenal apa agamamu, tak kenal apa warna kulitmu,
tak kenal dari mana asalmu. Ketika adzan maghrib berkumandang, seolah menjadi
tanda bahwa permainan hari ini telah usai dan kami harus segera bergegas
pulang.
Aku rindu masa kecilku dulu, masa-masa yang telah lama aku
tinggalkan. Masa kecil yang penuh kenangan menyenangkan karena yang menyakitkan
tak pernah mau ku kenang, atau memang sebenarnya tak ada yang menyakitkan?,
entahlah yang kuingat saat itu hanya berlari dan tertawa riang gembira bersama
kawan – kawan.
Bertempat tinggal di desa membuatku mempunyai banyak teman sepermainan
waktu itu. Tentunya teman tanpa rekayasa, gak seperti jaman sekarang kebanyakan
teman udah kayak sinetron, penuh rekayasa.
12:00 WIB. Bel pulang sekolah berbunyi.
Berarti. It’s time to rock!!
“Makan dulu baru maen,” kata Mama, waktu itu.
“Ya maaaaaaaaaaaa,” jawabku, sambil mengambil nasi ke
piring, kehilangan satu menit saja jam main pada waktu itu seperti sudah
seharian tidak buka Twitter dan Facebook.
Tanpa sebuah komunikasi lewat handphone apalagi dunia maya,
kita berkumpul dengan lengkap dan tanpa ngaret. Sungguh luar biasa, walaupun tanpa
handphone kita tetap manusia paling bahagia.
Tempat bermain kita tidak menetap, kita punya banyak lahan
untuk bermain. Bermain bola tanpa garis batas itu hal biasa yang kita lakukan,
mengingat berhektar-hektar lahan kosong, di desa kita.
Sedih rasanya ketika tempat tanpa kemunafikan itu sudah
berbentuk beton, ketika uang bisa membeli alam. Remaja sekarang lebih memilih
merasa hijau karena uang bukan karena Alam, padahal alam menyajikan apa yang tidak
bisa dibeli dengan uang.
Hampir setiap hari aku bermain dengan teman-temanku, mereka
ada banyak sekali. Kadang mereka membuatku tertawa, kadang menangis. Tapi
semuanya bagiku indah, semua yang aku lakukan bersama teman-teman kampungku.
Tak ada sedikit pun rasa dendam waktu itu.
Kami juga suka menyatu dengan alam, dengan tumbuh-tumbuhan
dan hewan. Meski terik matahari begitu panas menyengat kami tak peduli. Kami
adalah sahabat matahari, tak ada yang perlu di takuti.
Lahan sawah yang baru di panen, serta habis diguyur air
hujan juga tempat favorit kita untuk bermain. Membentuk semacam danau.
Tepatnya, semacam got berukuran besar. Pulang dengan gatal-gatal, dan baju
putih yang memudar. Dan sebuah omelan. Hal itu sangat menyenangkan.
Bagiku, mancing mania mah, gak ada kerennya. Mereka Cuma
mancing, terus dapet ikan gede, terus dikembaliin. Kita! Nyebur kali, terjun
langsung ke lapangan (makanya kita-kita cocok jadi pejabat, uhuk.), tanpa
mengenal gatal maupun rishi dengan kotoran. Masa kecil yang tak terlupakan.
Aku terkadang merasa kasihan sama anak kecil jaman sekarang,
masih kecil tapi udah di kasih gadget, gak ada kerennya sama sekali. Mereka
berhak berkeringat, mereka berhak berteman dengan alam, mereka berhak tertawa
bersama di tanah lapang, beriringan dengan bunyi burung-burung perkutut.
Zaman sudah berubah, kasihan anak kecil jaman sekarang yang
banyak makan lagu cinta, bukannya makan kasih sayang. Pernah suatu ketika aku
melihat anak kecil di TV yang sangat histeris sampai nangis karena ingin ketemu
Coboy Junior. Aneh, hal yang tidak pernah kualami waktu kecil dulu.
Pada akhirnya tulisan ini hanyalah sebuah nostalgia, dimana tidak
mungkin kita kembali ke masa lalu, kecuali reinkarnasi. Masa kecil memang
menyenangkan, tetapi masa depan harus jauh lebih menyenangkan karena hidup cuma
sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar